a.
Al-Jami’at Al
Khairiyah
Organisasi lebih dikenal dengan nama Jami’at Khair ini didirikan di
Jakarta pada tanggal 17 Juli 1905. Anggota organisasi ini mayoritas orang-orang
Arab. Umumnya anggota dan pemimipinnya terdiri dari orang-orang yang berada
tanpa mengorbankan usaha pencaharian nafkah.
1.
Pendirian dan pembinaan
satu sekolah pada tingkat dasar
Sekolah dasar Jami’at Khair bukan
semata-mata mempelajari pengetahuan agama tetapi juga mempelajari pengetahuan
umum lainnya. Kurikulum sekolah dan jenjang kelas-kelas telah disusun dan
teroganisisr. Bahasa pengantar yang dipergunakan adalah bahasa Indonesia dan
Melayu.
2.
Pengiriman anak-anak muda
ke Turki untuk melanjutkan studi
Bidang yang kedua inisering terhambat
karena kekurangan biaya dan juga karena kemunduran khilafat, dengan pengertian
tidak ada seorangpun yang dikirim ke Timur Tengah memainkan peranan yang
penting setelah mereka kembali ke Indonesia.
Nama
Guru
|
Keterangan
|
H. M. Mansur
(1907-Padang)
|
Pengetahuan dalam
bidang agama dan berkemampuan berbahasa Melayu
|
Oktober 1911
Syeikh. A. Surkati
(Sudan)
Syeikh M. Taib
(Maroko)
Syeikh Abd. Hamid
(Makkah)
|
Sukarti memainkan
peranan penting dalam penyebaran pemikiran-pemikiran baru dalam lingkungan
masyarakat Islam Indonesia.
Taib tidak lama
tinggal di Indonesia dan pulang ke Maroko pada tahun 1913
Hamid dipindah ke
Bogor pada sebuah sekolahan dengan nama Jami’at Khair juga.
|
Oktober 1913
M Abd. Fadal Ansari
(Sudan)
M. Noor (Abd. Anwar)
al-Ansari
Hasan Hamid Al-Ansari
Ahmad Al-Awif
|
M. Noor pernah
belajar di Universitas Al-Azhar di Kairo (1899-1906) dan pernah belajar
langsun[pheg dari Syaikh M. Abduh (reformer Mewsir). Hal ini Nampak ujelas
pada pengajaran yang mereka pentingkan adalah bahasa Arab sebagai ilmu alat
untuk mengetahui sumber-sumber Islam.
|
Jami’at Khair dibentuk pertama
memulai organisasi dengan bentuk modern dalam masyarakat Islam. Meskipun
asalnya hanya mengenai pendidikan agama tetapinya kemudian meluas sampai kepada
mengurus penyiaran Islam serta terlibatnya orang-orang Jami’at Khair dalam
politik dalam negeri dan luar negeri.
Terjadinya hubungan antara
masyarakat Indonesia dan masyarakat Arab, juga mengakibatkan terjadinya
interaksi antara perkembangan islam di Arab dan perkembangan Islam di
Indonesia.[1]
b.
Al-Islah Wal Irsyad
Syeikh Ahmad Sukarti, yang sampai di Jakarta dalam bulan februari 1912,
seorang alim yang terkenal dalam agama Islam, bebrapa lama kemudian
meninggalkan Jami’at Khair dan mendirikan gerakan Agama sendiri bernama
Al-Islah Wal Irsyad dengan haluan mengadakan pembaharuan dalam Islam.
Al Islah Wal Irsyad disahkan oleh pemerintah Belanda pada 1915. Gerakan ini menurut Pijper
merupakan gerakan pembaharuan yang sama dengan reformisme di Mesir.[2]
Al-Irsyad sendiri menjuruskan perhatian pada bidang pendidikan, teutama
poada masyarakat Arab, ataupun pada permasalahn yang timbul dikalangan Arab,
walaupun orang-orang Indonesia Islam bukan Arab, ada yang menjadi angotanya.
Lambat laun dengan bekerja sama dengan organisasi Islam yang lain, seperti
Muhammadiyah dan Persatuan Islam, organisasi Al-Irsyad meluaskan pusat
perhatian mereka kepada persoalan-persoalan yang lebih luas, yang mencakup
persoalan Islam umumnya di Indonesia.
Msalah-masalah agama yang berasal dari gerakan Al-Irsyad sangat
menggemparkan masyarakat Islam, karena bertentangan dengan keyakinan yang ada
pada saat itu. Terutama Majalah Az-Zakhrirah, yang keluar sejak bulan Muharram
1342 H dan terbit setiap bulan di Jakarta. Majalah yang dipimpin oleh Syekh
Ahmad bin M. Sukarti itu berisi kutipan pertanyaan- pertanyaan dari segala
penjuru Indonesia mengenai usul furu’ agama, berisi hadits-hadits palsu dan
Dhaif yang dipergunakan dalam mempertahankan beberapa hukum ibadat dan muamalat
di Indonesia, yang menurut beliau bertentangan dengan Qur’an dan Hadits.
c.
Muhammadiyah
18 November 1912 sebelum perang dunia II, lahirnya organisasi didirikan
di Yogyakarta oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan atas saran yang diajukan oleh
murid-muridnya dan bebrapa orang Budi Utomo untuk mendirikan suatu lembaga
pendidikan yang bersifat permanen.
Organisasi ini mempunyai maksud “menyebarkan pengajaran Kanjeng Nabi
Muhammad SAW kepada penduduk bumi putera” dan memajukan hal agama Islam kepada
anggota-anggotanya.
Usaha lain untuk mencapai maksud dan tujuan ialah dengan:
1.
Mengadakan dakwah Islam
Pengajian tabligh akbar dan dialog
dengan pemuka agama lain, dan sebagainya.[3]
2.
Memajukan pendidikan dan
pengajaran
3.
Menghidup suburkan
masyarakat tolong menolong
4.
Mendirikan dan memelihara
tempat ibadah dan wakaf
5.
Mendidik dan mengasuh
anak-anak dan pemuda-pemuda, supaya kelak menjadi orang Islam yang berarti
6.
Berusaha ke arah perbaikan
penghidupan dan kehidupan yang sesuai dengan ajaran Islam
7.
Berusaha dengan segala
kebijaksanaan, supaya kehendak dan peraturan Islam berlaku dalam masyarakat.
Sekitar tahun 1920, perluasan Muhammadiyah ke luar Yogyakarta, manfaat
dari persatuan dan dari organisasi pada umumnya telah diakui oleh sebagian
besar kalangan muslim di Indonesia.
Dalam 1927 Muhammadiyah mendirikan cabang-cabang di Bengkulu, Banjarmasi,
dan Amuntai, sedang pada tahun 1929 pengaruhnya tersebar ke Aceh dan Makassar.
Cabang-cabang tersebut bersifat permanen dalam kegiatannya, yaitu dengan
mendirikan sekolah, kursus-kursus yang teratur ataupun memelihara anak yatim
piatu.
Tahun 1925, organisasi ini telah mencapai 29 cabang-cabang dengan 4000
anggota.
d.
Perserikatan Ulama
Perserikatan Ulama merupakan perwujudan dari gerakan pembaharuan di
daerah Majalengka Jawa Barat yang dimulai pada tahun 1911 atas inisiatif K.H
Abd. Halim, lahir pada tahun 1887 di Ciberelang Majalengka.
Pada tahun 1917 perserikatan ulama diakui sah secara hukum oleh
pemerintah dengan bantuan H.O.S Cokroaminto (Pemimpin Serikat Islam). Pada
tahun 1924 secara resmi meluaskan daerah operasinya ke seluruh Jawa dan Madura
dan pada tahun 1937 ke seluruh Indonesia.
Pada tahun 1932, dalam suatu konres perserikatan Ulama di Majalengka, KHA
Halim mengusulkan agar sebuah lembaga didirikan yang akan melengkapi
pelajar-pelajarnya bukan hanya dengan berbagai cabang ilmu pengetahuan agama
dan ilmu pengetahuan umum, tetapi juga dengan kelengkapan-kelengkapan berupa
pekerjaan tangan, pedagang dan pertanian, bergantung dari bakat masing-masing.
e.
Persatuan Islam
Persis didirikan di Bandung pada pemulaan tahun 1920an ketika orang-orang
Islam di daerah-daerah lain telah lebih dahulu maju dalam berusaha untuk
mengadakan pembaharuan dalam agama.
Adapun orang-orang yang berkelut dengan organisasi ini ialah H.Zamzam, H.
M Junus, Ahmad Hasan, Mohammad Natsir dan lain-lain.
Dalam bidang pendidikan, Persis mendirikan sebuah madrasah yang mulanya
dimaksudkan untuk anak-anak dari anggota persis. Tetapi kemudian madrasah ini
diluaskan untuk dapat menerima anak-anak lain.
Jenis-jenis
Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
a.
Lembaga Pendidikan Islam
Sebelum Kemerdekaan Indonesia
Pendidikan Islam mulai bersemi dan berkembang pada awal abad ke-20 M.
dengan berdirinya madrasah yang bersifat formal.
Walaupun pemerintah Belanda sudah berusaha menekan dan menghancurkan
pendidikan Islam Indonesia selama 350 tahun dengan bermacam-macam usaha disatu
puhak mengeluarkan peraturan-peraturan yang merugikan pendidikan Islam
Indonesia, namun pendidikan Islam tidak dapat hancur, bahkan tumbuh dan
berkembang secara militant walaupun dalam keadaan serba kekurangan.
b.
Lembaga Pendidikan Islam
Sesudah Indonesia Merdeka
Pada tahun 1946 secara resmi sekolah-sekolah umum mengajarkan pendidikan
agama Islam. Lalu 1950 DEPAG mendirikan Sekolah Guru Agama Islam.
Pada bulan Juni 1957 di Jakarta membuka Akademi Dinas Ilmu Agama oleh
DEPAG berdasarkan penetapan Menteri Agama No. I Tahun 1957. Tujuannya untuk
mendidik dan mempersiapkan pegawai negeri.
Sistem
dan Isi Pendidikan Islam
1.
Sistem Pendidikan Islam di
Indonesia
Pada awal berkembangnya agama Islam di Indonesia, pendidikan Islam
dilaksakan secara informal.
Sistem pendidikan Islam informal ini, terutama yang berjalan dalam
lingukangan keluarga sudah diakui kempuhannya dalam menanamkan sendi-sendi
agama dalam jiwa anak-anak.
Dari sini diperluas kemasyarakat dan berhasil. Maka didirikannya pndok
pesantren yang tumbuh dan berkembang dimana-mana, yang ternyata mempunyai
peranan yang sangat penting dalam usaha mempertahankan eksistensi umat Islam
dari serangan dan penindasan fisik dan mental kaum penjajah bebrapa abad
lamanya.
2.
Isi Pendidikan Islam di
Indonesia.
Adapun isi pendidikan dan pengajaran agama Islam pada tingkat permulaan
ini meliputi:
a.
Belajar membaca Al-Quran
b.
Pelajaran dan praktek
shalat
c.
Pelajaran ketuhanan atau
ketauhidan yang pada garis besarnya berpusat pada sifat dua puluh
Pada tingkat yang lebih tinggi diajarkannya Bahasa Arab, mulai
mempelajari ushul fiqh.
Kemudian pendidikan Islam mengalami babak baru dengan munculnya system
madrasah, yang penyelenggaranya lebih baik dan teratur.
Berdasarkan SKB3M, pengetahuan umum dan agama 70:30. Adapun tujuan pokok
dari SKB3M ini agar mutu pengetahuan umum di madrasah sama dengan mutu
pengetahuan umum disekolah umum yang sederajat.
Pendidikan
Islam dan Pendidikan Nasional Indonesia
Pendidikan Islam dan pendidikan
nasional Indonesia tidak dapat dipisahkan. Karena konsep penyusunan system
pendidikan nasional Indonesia itu sendiri, dan yang kedua dari hakikat
pendidikan Islam dalam kehidupan beragama kaum muslimin di Indonesia.
Dilihat dari segi hakikat
pendidikan agama Islam, ternyata kegiatan mendidik memang merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari kehidupan agama Islam baik dalam keluarga, masyarakat,
lebih-lebih pusat-pusat peribadatan seperti langgar, surau atau masjid yang
dikelola oleh seorang petugas yang sekaligus sebagai guru agama.
Dengan adanya gerakan pembaharuan Islam dan dengan datangnya system
pendidikan Barat yang program belajar mengajarnya lebih terkoodinir dan lebih
sistematik.
Pada era pembangunan sekarang ini, pendidikan agama di masyarakat tetap
dibina dan digalakkan dalam usaha mengembangkan kehidupan bersama.
f.
Nahdatul Ulama
NU didirikan pada tanggal 16 Rajab 1344 H. (33 Januari 1926) di Surabaya.
Pendirinya ialah alim ulama dari tiap-tiap daerah Jawa Timur. Diantaranya ialah
:
1.
K.H. Asyim Asy’ari
Tebuireng
2.
K.H. Abdul Wahab Hasbullah
3.
K.H. Bisri Jombang
4.
K.H. Ridwan Semarang
5.
Dll
Latar belakang didirikannya organisasi ini semula adalah sebagai
perluasan dari suatu komite Hijaz yang dibangun dengan dua tujuan.
1.
Untuk mengimbangi komite
Khilafat yang secara berangsur-angsur jatuh ketangan golongan pembaharuan.
2.
Untuk berseru kepada Ibnu
Sa’ud, penguasa baru ditanah Arab, agar kebiasaan beragama secara tradisi dapat
diteruskan.
Dalam bidang pendidikan dan pengajaran formal, NU membentuk satu bagian
khusus yang mengelola kegiatan bidang ini dengan nama Al-Ma’arif yang berfungsi
untuk membuat peundangan dan program pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar